Buku Dewa Ruci koleksi pribadi |
Judul: Dewa Ruci - Pelayaran Pertama Menaklukkan Tujuh Samudra
Penulis: Cornelis Kowaas
Penerbit: Kompas, 2010
Tebal: 472 halaman
No ISBN: 9789797095284
Kategori: Non Fiksi, Umum
Penerbit
Buku Kompas kembali menerbitkan ulang buku Dewa Ruci, termasuk menyunting
kata-kata agar menjadi lebih relevan dibaca. Buku yang saya miliki ini terbitan
tahun 2010, tepatnya pada bulan oktober. Buku Dewa Ruci ini tebalnya 441
halaman, belum termasuk sampul dan prakata.
KRI Dewa
Ruci adalah kapal yang mengharumkan Indonesia di seluruh dunia, khususnya
dibidang kemaritiman. Nama Dewa Ruci begitu melegenda di seluruh dunia. Kapal yang
mencetak para angkatan laut menjadi tangguh ini mengelilingi dunia pada tahun
1964.
Corelis Kowaas
sebagai penulis menceritakan sangat detail berkaitan dengan penjelajahannya
saat mengarungi tujuh samudra. Penulis menceritakan bagaimana rasanya hidup di
tengah-tengah samudra hanya bertemankan pada kadet dan awak kapal. Mereka dituntut
bisa melakukan berbagai hal selama di atas kapal.
Kutipan-kutipan
yang ada di buku Dewa Ruci antara lain;
“Ole Sioh sayanglah di lale”
“Apa tempo betalah
kembali”
“Ingat negri, tanah
tumpah darah”
“Lagi ibu, bapa, dan
saudara”
Lagu dari Maluku –
Halaman 17.
“Indonesia very good, I saya, alhamdulillah, very good” – Halaman 77.
“Kami teringat pesan Bung Karno ‘Demonstrasikan Keagungan Bangsa
Indonesia!’” – Halaman 211.
“Heavens. They walk like a gods!” (Ya Tuhan! Kalian berjalan bak
dewa-dewa)
– Halaman 241.
Kisah-kisah
heroik dan sendu tertutur rapi dari penulis. Latar belakang penulis seorang
reporter sekaligus juru kamera membuat kita seakan-akan terlarut dalam tiap
alur yang diceritakan. Bagaimana kala kapal harus menerjang ganasnya samudra
pasifik, atau garangnya lautan atlantik yang dikenal sebagai lautan paling
ngeri ditaklukkan kapal Dewa Ruci.
Kapal berukuran
kecil ini mempunyai sejarah kuat, menjadi sebuah kebanggaan para taruna dan
kadet yang pernah digembleng dengan KRI Dewa Ruci. Bagi para taruna, KRI Dewa
Ruci adalah tempat sebenar-benarnya untuk mengabdi. Penulis menceritakan
bagaimana perjalanan panjang mereka meninggalkan negeri Indonesia;
terintimidasi di selat malaka, atau melintasi Laut Sokotra.
Perjalanan
juga mengantarkan Dewa Ruci sampai di Terusan Suez, Casablanca, Atlantik, dan
Bermuda. Bahkan mereka dikenal para masyarakat di mana mereka singgah sebagai
orang-orang kecil yang tangguh nan ramah. Bentuk KRI Dewa Ruci pun membuat para
masyarakat di negara lain berbondong-bondong ingin naik ke geladak kapal dan
mengabadikan dirinya di sana.
Bagi para
orang manca yang pernah melihat secara langsung perjalanan KRI Dewa Ruci,
mereka pastinya berkata bahwa kapal tersebut sangat indah, dan taruna-taruna di
atas kapal adalah sosok yang ramah. Bahkan sebuah komentar mengatakan bahwa
para taruna dan kadet itu layaknya dewa-dewa yang berbaris di atas kapal penuh
keberanian.
Para taruna/kadet
KRI Dewa Ruci pun dengan hebatnya dapat mengenalkan Indonesia di belahan dunia
lain. Mereka tidak hanya tampil dengan seragam taruna, tapi mereka ikut serta
tampil layaknya karnaval dengan mengambil budaya Indonesia. Budaya tersebut
diperkenalkan setiap mereka sandar di negara lain.
Ada banyak
cerita yang tidak bisa saya sampaikan di sini. Buku ini menjadi sebuah pemantik
bagi pembacanya. Terlebih jika kalian adalah seorang pecinta petualangan. Dewa
Ruci bercerita tentang dedikasi, rasa nasionalis, patriolisme, dan mereka
adalah para taruna-taruna yang siap mati membela Indonesia.
0 Komentar