Sudjiwotedjo menyapa pengunjung kedai kopi Basabasi |
Cahaya temaram
lampu di setiap sudut kedai kopi membuat malam semakin terasa. Pengunjung
berdesakan mencari tempat kosong. Tak lagi memikirkan kursi kosong, mendapatkan
celah-celah antara dua meja yang luang pun sudah bahagia.
Sebagian
lagi masih di luar. Duduk di deretan kursi yang tertata di sini barat kafe.
Mereka berbincang dengan teman satu meja, menyesap kopi, serta berharap agar
cuaca tetap terang. Sayangnya, rinai hujan tak dapat ditolak, berhamburan para
pengunjung untuk berteduh.
Lagi-lagi,
ruangan Kafe Basabasi yang luas tak dapat menampung pengunjung yang membludak.
Parkiran penuh, merembet ke kedai di sampingnya. Kasir dan pramusaji kewalahan
menerima pesanan dari pengunjung.
Keramaian di kedai kopi Basabasi, Sorowajan. |
Tak ada
asap jika tak ada api; perumpamaan yang mungkin sedikit tepat untuk malam hari
ini. Kafe Basabasi mendatangkan sosok Presiden Jancuker untuk berbagi cerita
malam hari ini. Itu sebabnya sepanjang jalan Sorowajan mendadak ramai dan
macet.
“Jancuk!!
Jancuk!! Jancuk!!”
Teriakan
di atas bukan makian namun semacam salam/sapaan bagi para fan Sudjiwotedjo kala
beliau tiba di kafe ditemani Pak Agus Noor. Rombongan tersebut menuju meja paling
depan, disambut Pak Edi beserta tim yang sudah sedari tadi duduk serta
menikmati sesapan kopi & rokok.
Tangan-tangan
pengunjung berebut hendak bersalaman. Gawai dan kamera mulai beraksi; memotret,
merekam, bahkan ada yang melakukan siaran langsung melalui kanal Youtube,
Instagram, Facebook, maupun Twitter-nya. Tentu saja dengan teriakan kencang “Jancuk!!!”
Hujan
mengiringi alunan musik Mbah Sudjiwotedjo, beberapa lagu beliau nyanyikan
berduet dengan Denta (pengunjung). Biarpun di luar gerimis, toh di dalam sini
tetap hangat. Bernyanyi bareng, berdesakan dengan pengunjung lain yang tidak
dikenal, bahkan berbagi kopi dengan orang yang baru bersua. Aneh tapi nyata.
Duet bernyanyi dengan pengunjung kedai kopi |
Wejangan-wejangan
yang beliau tuturkan menjadi nasihat yang didengarkan para pengunjung dengan
seksama. Bagaimana Mbah Sudjiwotedjo mengatakan “Aku tidak marah ketika TUHAN diejek,
karena bagiku DIA Maha Besar & Maha Kuasa. Berbeda jika orangtua kita yang
diejek. Kita harus bela; karena orangtua adalah mahluk.”
Atau
wejangan lain yang menyadarkan bagi kita untuk tidak membenci seseorang. Setidaknya
yang beliau ucapkan seperti ini “Hati-hati dengan orang yang kamu benci atau
remehkan. Karena suatu saat, biasanya orang-orang itulah yang akan membantu
kita di saat kita membutuhkan pertolongan.”
Tidak
ketinggalan kutipan beliau tentang Jancuk pun diucapkan di sini. “Kalau dengan
Jancuk pun aku nggak bisa menjumpai hatimu. Dengan air mata mana lagi yang aku
harus mengetuk pintu hatimu.”
Dua jam
keriuhan di Kafe Basabasi berlangsung, dan diakhiri dengan nyanyi bersama.
Cerita belum berakhir ketika lagu Jancuk berakhir dinyanyikan. Sebagian
pengunjung kembali merangsek ke depan, mereka ingin berfoto dengan Mbah
Sudjiwotedjo. Sebagian lagi melanjutkan menyeruput kopi yang sudah dingin.
Kopi telah habis, obrolan masih berlanjut |
Puluhan
cangkir kecil tergeletak di atas meja. Tertinggal ditemani ampas kopi dan
putung rokok. Para pengunjung sebagian pulang, sebagian lagi masih duduk setia
melanjutkan obrolan bersama kawan. Seperti ini ternyata keriuhan di warung kopi
kala ada acara besar; ramai, berdesakan, macet, dan terdengar teriakan dari
berbagai sudut.
0 Komentar