Novel Laut Bercerita - Leila S. Chudori |
Judul: Laut Bercerita
Penulis: Leila S. Chudori
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
NO ISBN: 9786024246945
Tahun Terbit: Cetakan Kedua, Desember 2017
Halaman: x + 379 halaman
Kategori:
Drama
Leila S.
Chudori selalu membuat novel penuh makna mendalam. Tiap ceritanya begitu
bercerita detail sebuah peristiwa. Seperti yang tertuang pada novel Laut
Bercerita; novel yang menceritakan masa pemerintahan kelam, para aktivis tidak
hanya dibatasi dalam bersuara, sekaligus diberangus.
Menyesakkan
membaca novel laut bercerita. Merasakan bagaimana menjadi keluarga yang
ditinggalkan, dan membayangkan bagaimana mereka yang hilang tanpa ada titik
terang. Segala sumber dari mereka yang selamat menceritakan kengiluan saat
disiksa. Tidak hanya menyiksa fisik, namun juga meninggalkan trauma
berkepanjangan.
Laut Bercerita
adalah novel yang dijadikan dua bab narator. Satu bab dengan segala kepedihan,
ketakutan sebagai buronan, aktivis, pembangkang pemerintah kala itu. Menceritakan
sosok Laut Biru yang hidup penuh tekanan. Berlari, menghilang dari radar
lalat-lalat yang berserakan.
Bab kedua
menceritakan sosok keluarga yang kehilangan saudara. Berusaha mencai secercah
harapan tentang saudara; jika masih hidup, dia disekap di mana. Pun jika sudah
mati, di mana mereka menguburkannya. Perjalanan panjang yang sampai sekarang
tidak pernah terlihat titik terangnya.
“Semakin aku tumbuh dan semakin melahap
banyak bacaan perlahan aku menyimpulkan bahwa ada dua hal yang selalu menghantui
orang miskin di Indonesia; kemiskinan dan kematian – halaman 28.”
“Bapak sudah kehilangan banyak saudara dan
kawan. Mereka menguap begitu saja, menghilang di tengan malam… - halaman
79.”
“Kami semua sudah bergiliran disuruh tiduran
di atas balok es. Itu siksaan gila – halaman 157.”
“Kita tidak bisa memusuhi seseorang karena
pekerjaan ayahnya, kalau begitu nanti sama saja dengan pemerintah yang sekarang
sedang kita lawan – halaman 225.”
Meskipun
novel; yang berlatarkan sejarah tahun 1998 ini fiktif, seperti yang ditegaskan
penulis. Tapi tetap saja terdapat narasumber asli yang beliau libatkan dalam
membuat riset dan menuliskan cerita. Kita tahu tahun 1998 negeri ini sedang chaos, dan terdapat banyak tragedi.
Laut bercerita pernah dibuatkan film pendek
dengan judul The Sea Speaks His Name.
Menarik membaca buku ini bagi mereka yang ingin mendapatkan informasi berkaitan
dengan masa orde baru. Masa-masa di mana para media banyak diberendel, dan aktivis
dibungkam.
Setiap novel
tentu mempunyai kekurangan, saya di sini tidak menulis kekurangan dalam alur
cerita, atau berkaitan dengan latar belakang. Sedikit mungkin lebih ke teknis
penulisan; setahu saya ada tiga kata yang salah ketik pada novel ini. Berikut kata
yang saya dapatkan; (1) halaman 174 “matamu menjadi mataku”, (2) kata “di” tertulis
ganda halaman 339, dan (3) kata “waktu menjadi watu” pada halaman 365.
Terlepas
dari kesalahan penulisan pada halaman-halaman tersebut, saya percaya novel ini
sangat saya rekomendasikan bagi para mahasiswa, organisasi-organisasi kampus,
para politikus, atau para orang-orang yang bercerita tentang kebebasan. Sesungguhnya
Negara kita pernah mendapati masa kelam, masa di mana setiap media dan
pengkritis negeri ini hidup penuh ketakutan.
0 Komentar