Sebuah foto di lini masa membuat saya tertarik melihatnya lebih lama. Bukan foto lanskap, pantai, ataupun yang berkaitan dengan wisata. Tapi malah kemasan kopi yang memungkinkan untuk dibeli.
Sedari awal, saya memang ingin menyeduh kopi Tempur dari Jepara. Tanaman kopi yang berada di lereng Gunung Muria ini menarik minat saya. Sejatinya, saya ingin mengunjungi desa tersebut di lain kesempatan.
Saya mencoba untuk mengirimkan pesan, hingga akhirnya direspon kawan yang ada di Jepara. Ternyata beliau pemasok kopi untuk dijual. Komunikasi berlanjut melalui WA. Hingga akhirnya saya sepakat membeli dua bungkus kopi.
Bang Summa nama akunnya. Sejak awal kami memang sering berkomunikasi di media sosial. Selain itu, minat kami sama, yakni suka sepedaan. Sayangnya, hingga sekarang saya belum pernah bersua dengan beliau.
Komunikasi melalui twitter, bertanya kemasan berapa gram, harga jenis kopi, hingga biaya pengiriman. Saya belum berani beli banyak, karena hanya untuk konsumsi pribadi. Selain itu, pembelian kopi ini memang saya desain untuk konten di blog.
Kopi Tempur Jepara dalam kemasan |
Maksud saya seperti ini. Saya hanya bisa membantu mengenalkan produk milik warga melalui kanal tulisan blog. Memesan langsung dari mereka, menceritakan pengalaman membeli kopi, dan proses pengirimannya, hingga sampai di tempat saya.
Setidaknya, hal-hal sekecil ini mungkin bisa menggugah orang lain untuk tetap bisa berbagi di banyak hal. Kenapa kopi saya pilih? Hal ini lebih pada minat saya memang menyeduh kopi. Jika tidak percaya, silakan lihat di blog nasirullahsitam.
Ada beberapa varian kopi yang ditawarkan. Saya memilih kopi Robusta dan kopi Lanang. Harganya berbeda. Untuk kopi robusta 30.000 rupiah, dan kopi lanang 60.000 rupiah. Total bersama ongkir, saya hanya menebus 118.000 rupiah, dikirimkan ke Jogja.
Usai mendapatkan harga, saya langsung melakukan pembayaran menggunakan internet banking. Saat itu juga pesanan saya diproses. Hingga beberapa hari kemudian kopi teersebut sudah berada di meja kantor.
Satu bungkus kopi berukuran 250 gram. Saya coba menyeduh kopi robusta. Kopi kemasan ini berlabel “Tempur Coffee”, serta diberi keterangan tentang roasting dan yang lainnya. Menurut beberapa teman warganet, rasa kopinya banyak yang suka.
Akhir pekan, saya membuka satu bungkus kopi Tempur. Pilihan saya kopi robustanya. Sengaja saya sajikan bersama kawan kos. Berhubung kawan kos suka kopi yang cenderung manis, saya pun menambahkan gula pasir.
Ternyata kopi tempur ini disukai kawan kos. Mereka berkomentar kalau nanti ingin menyeduh kopi bakal minta saya. Sebuah kabar baik tentunya. Setidaknya, sedikit cara ini dapat mengabarkan ke khalayak umum jika di Jepara ada kopi.
Menyesap kopi tempur Jepara |
Saya pribadi bukan orang yang paham tentang kopi. Saya hanya penikmat saja. Mulai dari kopi tubruk, hingga seduhan menggunakan mesin. Kurun waktu agak lama menggeluti dunia kopi melalui rasa dan menceritakan kedai kopi.
Makin menyesap kopi tempur, anganan saya untuk menyambangi desa yang berada di lereng gunung tersebut makin membuncah. Mungkin tahun depan saya harus merencanakan untuk datang dan menginap di sana.
Lamat-lamat, secangkir kopi ini tinggal separoh. Lantas tandas dalam sesapan. Saya pastikan di akhir pekan ini ditemani kopi tempur dan kudapan saat bekerja. Mungkin kalian minat kopinya. Bisa menghubung Bang Summa melalui akun instagramnya.
Saya masih ada satu bungkus kopi lanang. Memang sengaja saya tahan sampai kopi robusta ini habis. Tentu saya penasaran dengan rasanya. Tapi, untuk saat ini, saya masih menikmati kopi robustanya. Harga 30.000 rupiah itu menurut saya murah. *Jogja, 05 Oktober 2019.
0 Komentar