Sate Kambing Pak Meyet Bantul |
Deburan ombak tinggi mengempas di pantai Depok. Saya bersama dua kawan sedang rehat. Tadi pagi kami mengayuh pedal menuju pantai. Tujuannya ingin kulineran makanan laut di Pantai Depok. Sesampai di lokasi, kami berubah rencana. Tiba-tiba kawan tercetus sarapan sate.
Minggu sebelumnya, saya bersama orang yang sama menikmati Sate Kambing Sor Talok. Kali ini masih di sekitaran Bantul, kami menyusuri jalan menuju Jalan Bakulan Imogiri. Kali ini tujuan kami adalah Sate dan Tongseng Kambing Pak Meyet.
Tiga sepeda kembali melaju dari arah pantai. Sebelum jembatan Kretek, kami belok kanan. Jalur ini bisa kita lintasi saat ingin ke sekitaran Imogiri. Saya sedikit bernostalgia, jembatan besar di Pundong mengingatkan beberapa tahun silam.
Dulu, tak jauh dari sini ada Jembatan Gantung Soka. Jembatan gantung ikonik berwana kuning dengan sebagian tapakan rusak pernah ada. Oktober 2018, kala badai Cempaka menerjang sebagian besar kota di Indonesia. Jembatan ini ikut ambruk bersama jembatan-jembatan gantung lainnya di sekitaran Selopamioro.
Menikmati suasana pagi di Pantai Depok |
Sepanjang jalan, kami berpapasan dengan banyak pesepeda. Bahkan, ada juga yang menyapa saya dengan lantang. Jeli juga orang tersebut, meski menggunakan masker, sepertinya dia mengenali sepeda yang saya naiki.
Belum juga pukul 10.00 WIB, teras serta tempat duduk di luar rumah Pak Meyet penuh. Area parkir kendaraan memanjang, seorang juruparkir sigap mengatur kendaraan yang hendak berhenti. Untungnya, sepeda sudah ada tempatnya sendiri. Lokasinya tepat di seberang warung.
Tanah lapang yang merupakan halaman samping rumah difungsikan sebagai parkir sepeda. Seingat saya, depan rumah ini adalah bengkel. Kotak kecil bertuliskan uang parkir sepeda tersemat. Nantinya para pesepeda meletakkan uang parkir di wadah tersebut.
Kami bergegas menuju dapur, cahaya temaram penuh asap mengepul. Kesibukan para pelayan di sini terlihat. Salah satu di antaranya mencatat pesanan kami. Tiga porsi sate kambing ditambah lima minuman. Usai dicatat, kami menunggu di luar.
Konon sate kambing pak Meyet sudah sangat populer di Bantul. Banyak para pecinta sate sudah berkunjung ke sini. Warung sate kambing pak Meyet buka sejak pukul 06.30 WIB – 13.00 WIB. Hanya saja, dalam waktu cepat beberapa menu sudah habis.
Lokasi Sate dan Tongseng Kambing Pak Meyet |
“Satenya habis, tinggal tongsengnya,” Ujar juruparkir pada salah satu pengendara mobil.
Belum juga pukul 10.00 WIB, di akhir pekan seperti ini kunjungan para pecinta sate membludak. Beruntung, kami masih mendapatkan stok sate kambingnya. Juruparkir di sini tak hanya mengurusi motor, dia juga bertugas memberi informasi pada calon pengunjung yang datang.
Berlokasi di jalan Bakulan Imogiri, Sumber Agung. Warung sate kambing Pak Meyet mudah dicari. Lokasinya memang sedikit masuk gang kecil, tapi hanya berjarak 20 meter dari jalan besar. Meski tulisannya bukan sampai siang, biasanya tutup lebih cepat tergantung kesediaan stok kambing.
Dari balik jendela, asap mengepul tebal berbarengan dengan bau daging kambing. Di luar rumah sudah ada beberapa cakruk (tempat duduk) untuk para pembeli menunggu pesanannya. Saya sendiri mendapatkan tempat semacam pos kampling, tempat ini tadi ditempat sekeluarga.
Para orang yang bekerja sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Saya sedikit mengabadikan kesibukan mereka dari jendela luar. Daging kambing bergantungan, pisau-pisau tajam menyayat bagian daging untuk dipotong-potong.
Silih berganti mereka yang berdatangan. Idealnya, jika ingin menikmati sate kambing pak Meyet tanpa banyak antre, lebih baik ke sini di bawah kupul 09.00 WIB. Karena, setelah itu, sudah sangat banyak yang menunggu, tidak sedikit pula yang pulang karena sate sudah habis.
Kesibukan di dapur Pak Meyet |
Menurut banyak para pencinta kuliner sate, Sate Kambing Pak Meyet memang menjadi salah satu yang direkomendasikan. Tidak segan orang datang dan menunggu antre menikmati sate kambing di tempat ini. Lagi-lagi saya mengabadikan menggunakan gawai.
Tak lama kemudian, tiga porsi sate sudah datang. Hampir satu jam kami menantinya. Saya bersama kawan bergegas melahap kuliner tersebut. Uniknya, sate kambing Pak Meyet ini ada kuah kacangnya yang dipadu dengan kecap. Ini yang menurut saya menarik.
Kuah bumbu kacangnya kental, rasanya cenderung manis. Bagi orang yang tidak suka dengan kuah bumbu kacang, biasanya menikmati sate tersebut menggunakan garpu yang sudah disediakan. Bagi lidah saya, rasa manis cukup diakali dengan memberi banyak nasi.
Daging sapinya tidak alot, pembakarannya juga pas. Dagingnya gurih, sehingga rasa manis pada kuah teralihkan. Selain itu, untuk nasinya pun lumayan banyak. Tidak perlu waktu lama, satu porsi sate kambing sudah ludes pindah ke perut.
Menikmati sate pak Meyet Bantul |
Untuk harga satenya, saya tidak tahu pasti. Menurut berbagai ulasan yang saya baca, harganya 20.000 rupiah perporsi. Saya rasa, harga tersebut sangat sesuai dengan ukuran daging dan rasa yang tawarkan. Di sini, lagi-lagi saya dibayari kawan.
Bagi kalian yang suka sate, saya rasa dapat menyicipi Sate Kambing Pak Meyet. Rasa satenya masuk di lidah saya. Untuk tongsengnya, saya belum menyicipi. Mungkin pada waktu mendatang bakal saya coba menikmati tongsengnya.
Sate kambing Pak Meyet mempunyai cita rasa tersendiri. Campuran bumbu kacang menciptakan rasa yang berbeda. Tidak sedikit orang menjadikan tempat ini sebagai kuliner tujuan kala rindu menikmati sate kambing.
Kenyang menikmati sate kambing pak Meyet, kami langsung pulang. Tak lupa menyapa ibu yang jualan mangga di samping warung, karena sedari tadi kami berbincang dengan beliau. Bagi kalian yang suka dengan sate, sepertinya harus mencoba sate kambing pak Meyet. *Bantul, 18 Oktober 2020.
0 Komentar